Undang-Undang Zakat Nomor 38 Tahun 1999 (UU Zakat) adalah peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur tentang pengelolaan zakat. Undang-undang ini mewajibkan bagi setiap muslim yang mampu untuk mengeluarkan zakat sebesar 2,5% dari harta yang dimilikinya. Zakat yang terkumpul kemudian disalurkan kepada mereka yang berhak menerimanya, seperti fakir miskin, anak yatim, dan orang yang berjuang di jalan Allah.
UU Zakat sangat penting karena merupakan salah satu pilar dalam sistem ekonomi dan sosial Islam. Zakat membantu untuk mendistribusikan kekayaan dari orang kaya kepada orang miskin, sehingga dapat mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, zakat juga memiliki manfaat spiritual, yaitu membersihkan harta dan jiwa dari sifat kikir dan tamak.
Secara historis, UU Zakat merupakan perkembangan penting dalam pengelolaan zakat di Indonesia. Sebelumnya, zakat dikelola secara tradisional oleh lembaga-lembaga swasta, seperti masjid dan yayasan. Namun, dengan adanya UU Zakat, pengelolaan zakat menjadi lebih terorganisir dan profesional. Pemerintah membentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) sebagai lembaga resmi yang bertugas mengelola zakat di seluruh Indonesia.
UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999
UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999 merupakan peraturan perundang-undangan yang sangat penting dalam pengelolaan zakat di Indonesia. Undang-undang ini mengatur berbagai aspek pengelolaan zakat, mulai dari pengumpulan, penyaluran, hingga pengawasan. Berikut adalah 8 aspek penting dari UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999:
- Kewajiban Berzakat
- Nisab dan Kadar Zakat
- Mustahik Zakat
- Pengumpulan Zakat
- Penyaluran Zakat
- Pengawasan Zakat
- Sanksi Pelanggaran
- Lembaga Pengelola Zakat
Kedelapan aspek tersebut saling terkait dan membentuk sistem pengelolaan zakat yang komprehensif. Kewajiban berzakat bagi setiap muslim yang mampu menjadi dasar dari sistem ini. Nisab dan kadar zakat menentukan besarnya zakat yang harus dikeluarkan. Mustahik zakat adalah kelompok masyarakat yang berhak menerima zakat. Pengumpulan zakat dilakukan melalui lembaga-lembaga resmi yang ditunjuk oleh pemerintah. Penyaluran zakat harus tepat sasaran dan sesuai dengan ketentuan syariah. Pengawasan zakat dilakukan untuk memastikan bahwa zakat dikelola secara akuntabel dan transparan. Sanksi pelanggaran diberikan kepada pihak-pihak yang melanggar ketentuan UU Zakat. Lembaga pengelola zakat adalah lembaga resmi yang diberi wewenang untuk mengelola zakat di Indonesia.
Kewajiban Berzakat
Kewajiban berzakat merupakan salah satu rukun Islam yang sangat penting. Zakat adalah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim yang mampu untuk diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya. Kewajiban berzakat ini telah diatur dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
Dalam UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999, kewajiban berzakat ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) yang berbunyi: “Setiap muslim yang berpenghasilan di atas nisab wajib menunaikan zakat sesuai dengan ketentuan syariat Islam.” Ketentuan ini menunjukkan bahwa kewajiban berzakat merupakan bagian integral dari UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999. Tanpa kewajiban berzakat, maka UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999 tidak akan memiliki dasar hukum yang kuat.
Kewajiban berzakat memiliki peran yang sangat penting dalam pengelolaan zakat. Kewajiban berzakat menjadi motivasi utama bagi setiap muslim yang mampu untuk mengeluarkan zakat. Selain itu, kewajiban berzakat juga menjadi dasar bagi pemerintah untuk mengatur dan mengawasi pengelolaan zakat di Indonesia. Dengan adanya kewajiban berzakat, maka pemerintah dapat memastikan bahwa zakat dikelola secara akuntabel dan transparan, sehingga dapat disalurkan kepada mereka yang berhak menerimanya.
Nisab dan Kadar Zakat
Nisab dan kadar zakat merupakan aspek penting dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Nisab adalah batas minimal harta yang wajib dizakati, sedangkan kadar zakat adalah besarnya zakat yang harus dikeluarkan. Ketentuan nisab dan kadar zakat dalam UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999 didasarkan pada syariat Islam dan disesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia.
- Jenis Harta
Nisab zakat berbeda-beda tergantung jenis hartanya. Misalnya, nisab zakat emas adalah 85 gram, nisab zakat perak adalah 595 gram, dan nisab zakat uang tunai adalah senilai dengan nisab zakat emas.
- Nilai Nisab
Nilai nisab zakat ditetapkan pemerintah setiap tahun dengan memperhatikan harga emas dan perak di pasaran. Pada tahun 2023, nilai nisab zakat emas adalah Rp85.020.000,00 dan nilai nisab zakat perak adalah Rp60.775.000,00.
- Kadar Zakat
Kadar zakat juga berbeda-beda tergantung jenis hartanya. Zakat emas dan perak dikenakan kadar zakat sebesar 2,5%, sedangkan zakat uang tunai, hasil pertanian, dan hasil perniagaan dikenakan kadar zakat sebesar 2,5% atau 10%, tergantung pada kondisi tertentu.
- Kewajiban Menunaikan Zakat
Setiap muslim yang memiliki harta yang telah mencapai nisab wajib menunaikan zakat sesuai dengan kadar yang telah ditetapkan. Kewajiban menunaikan zakat ini merupakan rukun Islam yang kelima.
Ketentuan nisab dan kadar zakat dalam UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999 sangat penting untuk memastikan bahwa zakat dikelola secara adil dan merata. Dengan adanya ketentuan nisab dan kadar zakat yang jelas, maka setiap muslim yang wajib berzakat dapat mengetahui berapa besar zakat yang harus dikeluarkannya. Selain itu, ketentuan nisab dan kadar zakat juga menjadi dasar bagi pemerintah untuk mengawasi pengelolaan zakat di Indonesia.
Mustahik Zakat
Dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, mustahik zakat merupakan salah satu aspek penting yang diatur. Mustahik zakat adalah pihak-pihak yang berhak menerima zakat. Ketentuan mengenai mustahik zakat dalam UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999 didasarkan pada syariat Islam dan disesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia.
- Fakir
Fakir adalah orang yang tidak memiliki harta benda yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.
- Miskin
Miskin adalah orang yang memiliki harta benda, tetapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.
- Amil
Amil adalah orang yang bertugas mengumpulkan dan menyalurkan zakat.
- Mualaf
Mualaf adalah orang yang baru masuk Islam.
- Riqab
Riqab adalah hamba sahaya atau budak.
- Gharimin
Gharimin adalah orang yang terlilit utang.
- Fisabilillah
Fisabilillah adalah orang yang berjuang di jalan Allah SWT.
- Ibnu Sabil
Ibnu sabil adalah orang yang bepergian dalam rangka kebaikan.
Ketentuan mengenai mustahik zakat dalam UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999 sangat penting untuk memastikan bahwa zakat disalurkan kepada pihak-pihak yang berhak menerimanya. Dengan adanya ketentuan yang jelas mengenai mustahik zakat, maka penyaluran zakat dapat dilakukan secara adil dan merata. Selain itu, ketentuan mengenai mustahik zakat juga menjadi dasar bagi pemerintah untuk mengawasi pengelolaan zakat di Indonesia.
Pengumpulan Zakat
Pengumpulan zakat merupakan salah satu aspek penting dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Pengumpulan zakat dilakukan untuk mengumpulkan dana zakat dari masyarakat yang wajib berzakat. Dana zakat yang terkumpul kemudian disalurkan kepada mustahik zakat yang berhak menerimanya.
- Lembaga Pengumpul Zakat
Lembaga pengumpul zakat adalah lembaga yang berwenang untuk mengumpulkan zakat dari masyarakat. Lembaga pengumpul zakat dapat berupa Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), lembaga amil zakat daerah, atau lembaga amil zakat lainnya yang telah mendapat izin dari pemerintah.
- Cara Pengumpulan Zakat
Pengumpulan zakat dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti jemput bola, drop box, transfer bank, atau melalui media sosial. Lembaga pengumpul zakat biasanya menyediakan berbagai pilihan cara pengumpulan zakat untuk memudahkan masyarakat dalam menunaikan zakat.
- Jenis Zakat yang Dikumpulkan
Lembaga pengumpul zakat biasanya mengumpulkan berbagai jenis zakat, seperti zakat fitrah, zakat maal, dan zakat profesi. Masing-masing jenis zakat memiliki ketentuan dan cara penghitungan yang berbeda.
- Pencatatan dan Pelaporan Pengumpulan Zakat
Lembaga pengumpul zakat wajib melakukan pencatatan dan pelaporan pengumpulan zakat secara teratur. Pencatatan dan pelaporan pengumpulan zakat dilakukan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan zakat.
Pengumpulan zakat merupakan aspek penting dalam pengelolaan zakat. Pengumpulan zakat yang efektif dan efisien akan menghasilkan dana zakat yang cukup untuk disalurkan kepada mustahik zakat yang berhak menerimanya. Selain itu, pengumpulan zakat yang transparan dan akuntabel akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengelola zakat.
Penyaluran Zakat
Penyaluran zakat merupakan salah satu aspek penting dalam pengelolaan zakat. Penyaluran zakat dilakukan untuk mendistribusikan dana zakat kepada mustahik zakat yang berhak menerimanya. Penyaluran zakat yang tepat sasaran dan efektif akan sangat membantu dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
- Sasaran Penyaluran Zakat
Penyaluran zakat harus dilakukan kepada mustahik zakat yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Mustahik zakat meliputi fakir, miskin, amil, mualaf, riqab, gharimin, fisabilillah, dan ibnu sabil.
- Jenis Penyaluran Zakat
Penyaluran zakat dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, seperti pemberian langsung kepada mustahik zakat, pendirian lembaga-lembaga sosial, atau pemberian beasiswa pendidikan. Jenis penyaluran zakat dipilih berdasarkan kebutuhan dan kondisi mustahik zakat.
- Penyaluran Zakat Produktif
Penyaluran zakat produktif adalah penyaluran zakat yang bertujuan untuk memberdayakan mustahik zakat agar dapat hidup mandiri. Penyaluran zakat produktif dapat dilakukan melalui pemberian modal usaha, pelatihan keterampilan, atau bantuan lainnya yang dapat meningkatkan produktivitas mustahik zakat.
- Pengawasan Penyaluran Zakat
Penyaluran zakat harus dilakukan secara transparan dan akuntabel. Lembaga pengelola zakat wajib melakukan pencatatan dan pelaporan penyaluran zakat secara teratur. Pengawasan penyaluran zakat juga dapat dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah.
Penyaluran zakat yang tepat sasaran, efektif, dan produktif akan sangat membantu dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penyaluran zakat juga dapat membantu dalam mengurangi kesenjangan sosial dan menciptakan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.
Pengawasan Zakat
Pengawasan zakat merupakan salah satu aspek penting dalam pengelolaan zakat. Pengawasan zakat dilakukan untuk memastikan bahwa zakat dikelola secara transparan, akuntabel, dan sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999) mengatur secara jelas tentang pengawasan zakat.
Dalam UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999, pengawasan zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan lembaga amil zakat lainnya yang telah mendapat izin dari pemerintah. Pengawasan zakat meliputi pengawasan terhadap pengumpulan, penyaluran, dan pelaporan zakat. Pengawasan zakat dilakukan secara berjenjang, mulai dari tingkat pusat hingga tingkat daerah.
Pengawasan zakat sangat penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengelola zakat. Pengawasan zakat juga dapat mencegah terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan zakat. Dengan adanya pengawasan zakat, masyarakat dapat yakin bahwa zakat yang mereka tunaikan akan disalurkan kepada mustahik zakat yang berhak menerimanya.
Sanksi Pelanggaran
Sanksi pelanggaran merupakan bagian penting dari Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999). Sanksi pelanggaran dalam UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999 bertujuan untuk memberikan efek jera kepada pihak-pihak yang melanggar ketentuan dalam UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999.
Sanksi pelanggaran dalam UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999 meliputi sanksi administratif dan sanksi pidana. Sanksi administratif dapat berupa teguran tertulis, pembekuan izin, atau pencabutan izin. Sedangkan sanksi pidana dapat berupa pidana penjara dan pidana denda.
Contoh sanksi pelanggaran dalam UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:
- Setiap orang yang dengan sengaja tidak menunaikan zakat sesuai dengan ketentuan UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999 dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
- Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan palsu atau tidak benar dalam laporan pengelolaan zakat dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Sanksi pelanggaran dalam UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999 sangat penting untuk memastikan bahwa zakat dikelola secara transparan, akuntabel, dan sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Sanksi pelanggaran dapat memberikan efek jera kepada pihak-pihak yang melanggar ketentuan dalam UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999, sehingga pengelolaan zakat dapat berjalan dengan baik dan zakat dapat disalurkan kepada mustahik zakat yang berhak menerimanya.
Lembaga Pengelola Zakat
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999) merupakan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengelolaan zakat di Indonesia. Dalam UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999, lembaga pengelola zakat merupakan salah satu komponen penting yang berperan dalam pengumpulan, penyaluran, dan pengawasan zakat.
Keberadaan lembaga pengelola zakat sangat penting untuk memastikan bahwa zakat dikelola secara transparan, akuntabel, dan sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Lembaga pengelola zakat juga berperan dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan zakat. Dengan adanya lembaga pengelola zakat yang kredibel dan profesional, masyarakat akan lebih yakin untuk menunaikan zakatnya melalui lembaga tersebut.
Salah satu contoh lembaga pengelola zakat yang didirikan berdasarkan UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999 adalah Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). BAZNAS merupakan lembaga pengelola zakat di tingkat nasional yang bertugas mengkoordinasikan dan mengawasi pengelolaan zakat di seluruh Indonesia. Selain BAZNAS, terdapat juga lembaga pengelola zakat daerah (LAZDA) yang didirikan oleh pemerintah daerah untuk mengelola zakat di tingkat daerah.
Dalam praktiknya, lembaga pengelola zakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Zakat yang dikumpulkan oleh lembaga pengelola zakat disalurkan kepada mustahik zakat yang berhak menerimanya. Penyaluran zakat dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, seperti pemberian langsung kepada mustahik zakat, pendirian lembaga-lembaga sosial, atau pemberian beasiswa pendidikan. Melalui penyaluran zakat yang tepat sasaran, lembaga pengelola zakat dapat membantu mengurangi kesenjangan sosial dan menciptakan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.
Tanya Jawab Seputar UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999
Tanya jawab ini dimaksudkan untuk memberikan informasi tambahan dan menjawab pertanyaan umum mengenai Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999).
Pertanyaan 1: Siapa yang wajib membayar zakat?
Setiap muslim yang mampu (berpenghasilan di atas nisab) wajib membayar zakat.
Pertanyaan 2: Berapa kadar zakat yang harus dikeluarkan?
Kadar zakat berbeda-beda tergantung jenis hartanya. Umumnya, kadar zakat untuk emas, perak, dan uang tunai adalah 2,5%.
Pertanyaan 3: Kepada siapa saja zakat boleh disalurkan?
Zakat boleh disalurkan kepada delapan golongan yang disebut mustahik zakat, yaitu fakir, miskin, amil, mualaf, riqab, gharimin, fisabilillah, dan ibnu sabil.
Pertanyaan 4: Bagaimana cara menghitung nisab zakat?
Nisab zakat untuk emas adalah sebesar 85 gram, untuk perak sebesar 595 gram, dan untuk uang tunai setara dengan nilai nisab zakat emas.
Pertanyaan 5: Apa sanksi bagi yang tidak membayar zakat?
Tidak membayar zakat tidak termasuk dalam ranah pidana. Namun, secara agama, tidak membayar zakat termasuk dosa besar.
Pertanyaan 6: Lembaga apa yang berwenang mengelola zakat?
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) adalah lembaga resmi yang berwenang mengelola zakat di tingkat nasional. Selain BAZNAS, terdapat juga lembaga amil zakat daerah (LAZDA) yang mengelola zakat di tingkat daerah.
Tanya jawab ini memberikan gambaran umum tentang UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999 dan menjawab beberapa pertanyaan umum terkait pengelolaan zakat. Untuk informasi lebih lanjut dan pembahasan lebih mendalam, silakan merujuk ke sumber-sumber resmi atau berkonsultasi dengan ahli di bidang zakat.
Pembahasan lebih lanjut tentang pengelolaan zakat di Indonesia akan dibahas pada bagian selanjutnya.
Tips Mengelola Zakat sesuai UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999
Pengelolaan zakat yang baik dan sesuai dengan ketentuan UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999 sangat penting untuk memastikan bahwa zakat dapat disalurkan secara tepat sasaran dan bermanfaat bagi masyarakat yang membutuhkan. Berikut adalah beberapa tips yang dapat diterapkan untuk mengelola zakat sesuai dengan ketentuan UU tersebut:
Tip 1: Pahami Ketentuan Nisab dan Kadar Zakat
Sebelum menghitung dan menunaikan zakat, penting untuk memahami ketentuan nisab dan kadar zakat yang berlaku. Nisab adalah batas minimal harta yang wajib dizakati, sedangkan kadar zakat adalah persentase tertentu dari harta yang harus dikeluarkan sebagai zakat.
Tip 2: Hitung Zakat Secara Tepat
Setelah memahami ketentuan nisab dan kadar zakat, selanjutnya adalah menghitung zakat secara tepat. Perhitungan zakat harus dilakukan dengan cermat dan sesuai dengan jenis harta yang dimiliki.
Tip 3: Salurkan Zakat Melalui Lembaga Resmi
Untuk memastikan bahwa zakat disalurkan secara tepat sasaran dan sesuai dengan ketentuan syariah, sebaiknya salurkan zakat melalui lembaga amil zakat resmi yang telah mendapat izin dari pemerintah, seperti Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS).
Tip 4: Dokumentasikan Transaksi Zakat
Simpan bukti transaksi zakat, seperti kuitansi atau bukti transfer, sebagai dokumentasi penunaian zakat. Dokumentasi ini dapat berguna untuk keperluan audit atau pembuktian di kemudian hari.
Tip 5: Laporkan Penunaian Zakat
Bagi wajib pajak yang menunaikan zakat, dapat melaporkan penunaian zakat dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan.
Tips-tips tersebut dapat membantu dalam mengelola zakat sesuai dengan ketentuan UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999. Pengelolaan zakat yang baik dan sesuai ketentuan akan memastikan bahwa zakat dapat memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat yang membutuhkan.
Dengan menerapkan tips-tips tersebut, masyarakat dapat berkontribusi dalam pengelolaan zakat yang lebih efektif dan efisien, sehingga zakat dapat menjadi salah satu instrumen dalam mewujudkan kesejahteraan sosial dan ekonomi di Indonesia.
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat merupakan peraturan perundang-undangan yang komprehensif dalam mengatur pengelolaan zakat di Indonesia. Undang-undang ini mengatur berbagai aspek pengelolaan zakat, mulai dari kewajiban berzakat, nisab dan kadar zakat, hingga lembaga pengelola zakat. Pengelolaan zakat yang baik dan sesuai dengan ketentuan UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999 sangat penting untuk memastikan bahwa zakat dapat disalurkan secara tepat sasaran dan bermanfaat bagi masyarakat yang membutuhkan.
Beberapa poin utama dari UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999 antara lain:
- Setiap muslim yang mampu wajib menunaikan zakat sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Nisab dan kadar zakat ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan jenis harta yang dimiliki.
- Zakat disalurkan kepada delapan golongan yang disebut mustahik zakat, yaitu fakir, miskin, amil, mualaf, riqab, gharimin, fisabilillah, dan ibnu sabil.
- Pengelolaan zakat dilakukan oleh lembaga amil zakat, baik di tingkat nasional maupun daerah, yang telah mendapat izin dari pemerintah. Lembaga amil zakat bertanggung jawab untuk mengumpulkan, menyalurkan, dan mengawasi pengelolaan zakat.
Dengan memahami dan mengimplementasikan ketentuan UU Zakat Nomor 38 Tahun 1999, pengelolaan zakat di Indonesia dapat dilakukan secara lebih efektif dan efisien. Zakat dapat menjadi salah satu instrumen dalam mewujudkan kesejahteraan sosial dan ekonomi di Indonesia, sehingga tercipta masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.