Latar Belakang Idul Fitri Biru merupakan tradisi unik yang dilakukan oleh masyarakat Betawi untuk menyambut hari raya Idul Fitri. Tradisi ini melibatkan penggunaan dekorasi berwarna biru pada rumah-rumah, masjid, dan jalan-jalan.
Tradisi Idul Fitri Biru dipercaya membawa berkah dan keselamatan bagi masyarakat yang menjalankannya. Selain itu, tradisi ini juga menjadi simbol kebersamaan dan gotong royong dalam menyambut hari kemenangan setelah menjalankan ibadah puasa selama bulan Ramadan.
Salah satu momen penting dalam sejarah Idul Fitri Biru adalah pada tahun 1960-an, ketika pemerintah DKI Jakarta menetapkan kawasan Condet sebagai kampung adat Betawi. Sejak saat itu, tradisi Idul Fitri Biru semakin dikenal dan dilestarikan oleh masyarakat Betawi di Condet dan sekitarnya.
Latar Belakang Idul Fitri Biru
Latar Belakang Idul Fitri Biru merupakan tradisi unik yang memiliki berbagai aspek penting yang saling terkait. Berikut adalah 10 aspek penting tersebut:
- Sejarah
- Makna
- Tradisi
- Budaya
- Sosial
- Ekonomi
- Pariwisata
- Pendidikan
- Pelestarian
- Identitas
Kesepuluh aspek ini saling berkaitan dan membentuk tradisi Idul Fitri Biru secara keseluruhan. Misalnya, aspek sejarah memberikan pemahaman tentang asal-usul dan perkembangan tradisi ini, sementara aspek makna mengungkap nilai-nilai dan simbolisme yang terkandung di dalamnya. Aspek tradisi menggambarkan praktik-praktik yang dilakukan selama Idul Fitri Biru, sedangkan aspek budaya mengkaitkan tradisi ini dengan kebudayaan Betawi secara lebih luas.
Sejarah
Sejarah merupakan aspek penting dalam memahami latar belakang Idul Fitri Biru. Aspek ini mengungkap asal-usul, perkembangan, dan peristiwa-peristiwa penting yang membentuk tradisi ini.
- Asal-usul
Tradisi Idul Fitri Biru dipercaya berawal dari abad ke-17, ketika masyarakat Betawi menggunakan kain berwarna biru untuk menghiasi rumah-rumah mereka saat menyambut hari raya Idul Fitri. Warna biru dipilih karena dipercaya membawa berkah dan keselamatan.
- Perkembangan
Seiring berjalannya waktu, tradisi Idul Fitri Biru terus berkembang dan mengalami berbagai modifikasi. Pada abad ke-19, masyarakat Betawi mulai menggunakan cat berwarna biru untuk menghiasi rumah-rumah mereka, menggantikan kain yang sebelumnya digunakan.
- Pengaruh Kolonial
Pada masa kolonial Belanda, tradisi Idul Fitri Biru sempat mengalami kemunduran. Namun, setelah Indonesia merdeka, tradisi ini kembali dihidupkan dan menjadi salah satu ciri khas masyarakat Betawi.
- Penetapan Kampung Adat
Pada tahun 1960-an, pemerintah DKI Jakarta menetapkan kawasan Condet sebagai kampung adat Betawi. Sejak saat itu, tradisi Idul Fitri Biru semakin dikenal dan dilestarikan oleh masyarakat Betawi di Condet dan sekitarnya.
Dengan memahami sejarahnya, kita dapat lebih mengapresiasi nilai dan makna di balik tradisi Idul Fitri Biru. Tradisi ini tidak hanya menjadi warisan budaya yang berharga, tetapi juga menjadi simbol identitas dan kebersamaan masyarakat Betawi.
Makna
Makna merupakan aspek penting dalam memahami latar belakang Idul Fitri Biru. Aspek ini mengungkap nilai-nilai, simbolisme, dan filosofi yang terkandung dalam tradisi ini.
- Berkah dan Keselamatan
Warna biru dipercaya membawa berkah dan keselamatan bagi masyarakat yang menjalankannya. Hal ini tercermin dari penggunaan warna biru pada dekorasi rumah-rumah, masjid, dan jalan-jalan.
- Tolak Bala
Tradisi Idul Fitri Biru juga diyakini sebagai bentuk tolak bala atau penolak marabahaya. Masyarakat Betawi percaya bahwa warna biru dapat mengusir roh-roh jahat dan melindungi mereka dari segala keburukan.
- Kebersamaan dan Gotong Royong
Tradisi Idul Fitri Biru menjadi sarana untuk mempererat kebersamaan dan gotong royong dalam masyarakat Betawi. Proses dekorasi rumah dan lingkungan dilakukan secara bersama-sama, sehingga menumbuhkan rasa kekeluargaan dan kepedulian.
- Identitas Budaya
Tradisi Idul Fitri Biru merupakan salah satu identitas budaya masyarakat Betawi. Tradisi ini membedakan masyarakat Betawi dari kelompok etnis lainnya di Indonesia dan memperkuat rasa kebanggaan mereka akan budaya leluhur.
Makna-makna yang terkandung dalam tradisi Idul Fitri Biru menjadikannya bukan sekadar tradisi biasa. Tradisi ini menjadi bagian dari sistem kepercayaan, nilai-nilai budaya, dan identitas masyarakat Betawi. Melestarikan tradisi Idul Fitri Biru berarti melestarikan kekayaan budaya dan jati diri masyarakat Betawi.
Tradisi
Aspek tradisi sangat penting dalam memahami latar belakang Idul Fitri Biru. Aspek ini mengungkap praktik-praktik, ritual, dan kebiasaan yang dilakukan selama perayaan ini.
- Hias Rumah dan Lingkungan
Salah satu tradisi utama Idul Fitri Biru adalah menghiasi rumah dan lingkungan dengan warna biru. Dekorasi ini meliputi pengecatan rumah, pemasangan lampu biru, dan penggunaan kain atau kertas berwarna biru sebagai hiasan.
- Saling Berkunjung
Selama Idul Fitri Biru, masyarakat Betawi saling berkunjung untuk bersilaturahmi dan bermaaf-maafan. Kunjungan ini menjadi sarana untuk mempererat tali persaudaraan dan memperkuat rasa kekeluargaan.
- Makan Ketupat dan Opor
Ketupat dan opor merupakan makanan khas yang selalu hadir saat Idul Fitri Biru. Ketupat melambangkan kesucian dan kemenangan, sementara opor melambangkan kebersamaan dan kemakmuran.
- Takbiran
Pada malam Idul Fitri Biru, masyarakat Betawi berkumpul di masjid atau lapangan untuk melakukan takbiran. Takbiran merupakan tradisi mengumandangkan kalimat “Allahu Akbar” sebagai bentuk rasa syukur dan kemenangan setelah sebulan berpuasa.
Tradisi-tradisi yang dilakukan selama Idul Fitri Biru tidak hanya menjadi bagian dari perayaan, tetapi juga mengandung nilai-nilai budaya dan spiritual yang kuat. Tradisi ini merefleksikan identitas budaya Betawi, mempererat tali persaudaraan, dan menjadi simbol kemenangan setelah sebulan berpuasa.
Budaya
Budaya memegang peranan penting dalam membentuk latar belakang Idul Fitri Biru. Tradisi ini merupakan bagian tak terpisahkan dari kebudayaan masyarakat Betawi, yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Budaya Betawi sangat kental dengan nilai-nilai Islam. Hal ini tercermin dalam berbagai aspek tradisi Idul Fitri Biru, seperti penggunaan warna biru yang melambangkan kesucian dan harapan, serta tradisi saling bermaaf-maafan yang sejalan dengan ajaran Islam untuk saling memaafkan kesalahan.
Selain itu, Idul Fitri Biru juga menjadi sarana untuk melestarikan budaya Betawi. Tradisi ini melibatkan berbagai kesenian tradisional Betawi, seperti tanjidor, gambang kromong, dan lenong. Melalui tradisi ini, masyarakat Betawi dapat memperkenalkan dan melestarikan budaya mereka kepada generasi muda.
Dengan demikian, budaya merupakan komponen penting dalam Idul Fitri Biru. Tradisi ini tidak hanya menjadi perayaan keagamaan, tetapi juga menjadi sarana untuk melestarikan dan memperkenalkan budaya Betawi. Memahami hubungan antara budaya dan Idul Fitri Biru dapat memberikan apresiasi yang lebih mendalam terhadap tradisi ini dan kekayaan budaya Indonesia.
Sosial
Aspek sosial sangat penting dalam memahami latar belakang Idul Fitri Biru. Tradisi ini memiliki peran penting dalam mempererat hubungan sosial dan memperkuat rasa kebersamaan masyarakat Betawi.
- Silaturahmi
Tradisi Idul Fitri Biru menjadi sarana untuk mempererat silaturahmi antar warga. Masyarakat Betawi saling mengunjungi, bermaaf-maafan, dan berbagi kebahagiaan bersama.
- Gotong Royong
Persiapan Idul Fitri Biru melibatkan kerja sama dan gotong royong warga. Mereka bersama-sama membersihkan lingkungan, menghiasi rumah dan masjid, serta mempersiapkan makanan untuk dibagikan.
- Toleransi
Tradisi Idul Fitri Biru juga mencerminkan nilai toleransi masyarakat Betawi. Warga saling menghargai dan menghormati perbedaan, meskipun mereka berasal dari latar belakang yang berbeda.
- Kesetiakawanan
Idul Fitri Biru memperkuat rasa kesetiakawanan antar warga. Mereka saling membantu dan mendukung, terutama bagi mereka yang kurang beruntung.
Dengan demikian, aspek sosial sangat melekat dalam tradisi Idul Fitri Biru. Tradisi ini bukan hanya sebagai perayaan keagamaan, tetapi juga sebagai sarana untuk memupuk rasa kebersamaan, gotong royong, toleransi, dan kesetiakawanan di masyarakat Betawi.
Ekonomi
Aspek ekonomi merupakan salah satu aspek penting dalam memahami latar belakang Idul Fitri Biru. Tradisi ini memiliki dampak ekonomi yang signifikan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
- Peningkatan Pendapatan
Tradisi Idul Fitri Biru meningkatkan pendapatan masyarakat, terutama bagi pelaku usaha kecil dan menengah. Penjualan berbagai kebutuhan seperti makanan, pakaian, dan pernak-pernik mengalami peningkatan selama periode ini.
- Pariwisata
Tradisi Idul Fitri Biru juga berdampak positif pada sektor pariwisata. Kawasan Condet, sebagai pusat tradisi ini, menjadi tujuan wisata yang menarik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara.
- Pelestarian Budaya
Tradisi Idul Fitri Biru berperan dalam pelestarian budaya Betawi. Kegiatan ekonomi yang terkait dengan tradisi ini, seperti pembuatan kerajinan tangan dan kuliner khas, turut berkontribusi pada pelestarian nilai-nilai budaya.
- Pemberdayaan Masyarakat
Tradisi Idul Fitri Biru memberdayakan masyarakat, terutama perempuan dan kelompok ekonomi lemah. Banyak warga yang memanfaatkan momen ini untuk menambah penghasilan melalui penjualan makanan, minuman, atau jasa lainnya.
Dengan demikian, aspek ekonomi sangat terkait dengan tradisi Idul Fitri Biru. Tradisi ini tidak hanya memiliki nilai budaya dan sosial, tetapi juga berdampak positif pada perekonomian masyarakat. Pelestarian tradisi ini tidak hanya melestarikan budaya Betawi, tetapi juga berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Pariwisata
Pariwisata merupakan salah satu aspek penting dalam latar belakang Idul Fitri Biru. Tradisi ini memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, sehingga berdampak positif pada sektor pariwisata.
- Atraksi Budaya
Tradisi Idul Fitri Biru menawarkan atraksi budaya yang unik dan menarik. Pengunjung dapat menyaksikan langsung prosesi menghiasi rumah dan lingkungan dengan warna biru, serta mengikuti berbagai kegiatan tradisional seperti tanjidor dan gambang kromong.
- Kuliner Khas
Tradisi Idul Fitri Biru juga terkenal dengan kuliner khasnya. Pengunjung dapat menikmati hidangan ketupat dan opor, serta berbagai jajanan tradisional seperti kue rangi dan geplak.
- Potensi Ekonomi
Tradisi Idul Fitri Biru memiliki potensi ekonomi yang besar. Kunjungan wisatawan meningkatkan pendapatan masyarakat, terutama pelaku usaha kecil dan menengah seperti pedagang makanan, minuman, dan suvenir.
- Promosi Budaya
Tradisi Idul Fitri Biru menjadi sarana promosi budaya Betawi. Pengunjung dapat belajar tentang nilai-nilai budaya Betawi, seperti gotong royong, toleransi, dan kesetiakawanan, melalui tradisi ini.
Dengan demikian, pariwisata memainkan peran penting dalam melestarikan dan mempromosikan tradisi Idul Fitri Biru. Tradisi ini tidak hanya menarik wisatawan, tetapi juga berkontribusi pada pengembangan ekonomi dan promosi budaya Betawi.
Pendidikan
Pendidikan memegang peranan penting dalam pelestarian dan pengembangan tradisi Idul Fitri Biru. Tradisi ini tidak hanya diwariskan secara turun-temurun, tetapi juga diajarkan dan dipelajari melalui berbagai jalur pendidikan.
Pendidikan formal, seperti sekolah dan universitas, memasukkan materi tentang budaya Betawi, termasuk tradisi Idul Fitri Biru. Siswa belajar tentang sejarah, makna, dan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi ini. Selain itu, pendidikan non-formal melalui kegiatan ekstrakurikuler dan komunitas juga berperan aktif dalam melestarikan tradisi Idul Fitri Biru. Kelompok-kelompok seni dan budaya Betawi mengajarkan berbagai kesenian tradisional yang berkaitan dengan tradisi ini, seperti tanjidor dan gambang kromong.
Pendidikan juga penting dalam mengadaptasi tradisi Idul Fitri Biru dengan perkembangan zaman. Misalnya, teknologi digital dimanfaatkan untuk mempromosikan tradisi ini melalui media sosial dan website. Selain itu, pendidikan juga menanamkan kesadaran tentang pentingnya menjaga lingkungan dalam pelaksanaan tradisi Idul Fitri Biru, seperti penggunaan cat ramah lingkungan dan pengurangan sampah.
Pelestarian
Pelestarian merupakan aspek penting dalam menjaga eksistensi dan nilai-nilai tradisi Idul Fitri Biru. Upaya pelestarian dilakukan melalui berbagai cara, mulai dari pendidikan hingga revitalisasi tradisi.
- Pendidikan
Pendidikan berperan penting dalam menanamkan kesadaran dan pengetahuan tentang tradisi Idul Fitri Biru kepada generasi muda. Melalui pendidikan formal dan non-formal, masyarakat dapat memahami sejarah, makna, dan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi ini.
- Revitalisasi Tradisi
Revitalisasi tradisi dilakukan untuk menghidupkan kembali praktik-praktik dan ritual tradisional yang mulai ditinggalkan. Misalnya, pemerintah daerah dan komunitas budaya berupaya untuk menghidupkan kembali kesenian tanjidor dan gambang kromong yang merupakan bagian integral dari tradisi Idul Fitri Biru.
- Pelestarian Lingkungan
Pelestarian lingkungan juga menjadi bagian dari upaya pelestarian tradisi Idul Fitri Biru. Masyarakat didorong untuk menggunakan bahan-bahan ramah lingkungan dalam dekorasi dan perayaan, serta mengurangi produksi sampah selama tradisi berlangsung.
- Dokumentasi dan Penelitian
Dokumentasi dan penelitian penting untuk mendokumentasikan dan mengkaji tradisi Idul Fitri Biru. Dokumentasi dapat berupa catatan tertulis, foto, atau rekaman video, sedangkan penelitian dapat mengungkap nilai-nilai budaya, makna simbolik, dan perkembangan tradisi dari waktu ke waktu.
Dengan melakukan upaya pelestarian yang komprehensif, tradisi Idul Fitri Biru dapat terus lestari dan menjadi bagian dari identitas budaya masyarakat Betawi. Pelestarian ini tidak hanya menjaga eksistensi tradisi, tetapi juga memperkuat nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan toleransi yang terkandung di dalamnya.
Identitas
Identitas merupakan aspek penting dalam konteks background idul fitri biru. Tradisi ini tidak hanya menjadi perayaan keagamaan, tetapi juga menjadi bagian dari identitas budaya masyarakat Betawi. Idul Fitri Biru merefleksikan nilai-nilai, kepercayaan, dan cara hidup masyarakat Betawi.
- Budaya
Idul Fitri Biru merupakan cerminan budaya Betawi yang kental dengan nilai-nilai Islam. Tradisi ini sarat dengan simbol-simbol dan praktik-praktik yang menunjukkan identitas budaya Betawi, seperti penggunaan warna biru, tradisi silaturahmi, dan sajian kuliner khas.
- Tradisi
Tradisi-tradisi yang dilakukan selama Idul Fitri Biru, seperti menghiasi rumah dengan warna biru, saling berkirim makanan, dan berkumpul bersama keluarga, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas masyarakat Betawi. Tradisi-tradisi ini memperkuat ikatan sosial dan rasa kebersamaan di antara masyarakat.
- Sejarah
Sejarah panjang Idul Fitri Biru telah membentuk identitas masyarakat Betawi. Tradisi ini telah diwariskan secara turun-temurun dan menjadi bagian dari sejarah dan kebudayaan Betawi. Sejarah Idul Fitri Biru menunjukkan kontinuitas budaya dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi masyarakat Betawi.
- Simbol
Warna biru yang menjadi ciri khas Idul Fitri Biru memiliki makna simbolis yang kuat. Biru melambangkan kesucian, harapan, dan kemenangan. Penggunaan warna biru pada rumah-rumah dan lingkungan selama Idul Fitri Biru merepresentasikan identitas dan kebanggaan masyarakat Betawi.
Dengan demikian, identitas sangat melekat dalam tradisi Idul Fitri Biru. Tradisi ini tidak hanya menjadi perayaan keagamaan, tetapi juga menjadi penanda budaya Betawi yang kuat. Identitas yang terkandung dalam Idul Fitri Biru terus dilestarikan dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Pertanyaan yang Sering Diajukan tentang Latar Belakang Idul Fitri Biru
Bagian ini berisi daftar pertanyaan yang sering diajukan (FAQ) tentang latar belakang tradisi Idul Fitri Biru. Pertanyaan-pertanyaan ini mengantisipasi pertanyaan pembaca atau mengklarifikasi aspek-aspek penting tradisi ini.
Pertanyaan 1: Apa asal-usul tradisi Idul Fitri Biru?
Tradisi Idul Fitri Biru diperkirakan berasal dari abad ke-17, ketika masyarakat Betawi menggunakan kain berwarna biru untuk menghiasi rumah mereka saat menyambut hari raya Idul Fitri. Warna biru dipilih karena dipercaya membawa berkah dan keselamatan.
Pertanyaan 2: Apa makna warna biru dalam tradisi Idul Fitri Biru?
Warna biru dalam tradisi Idul Fitri Biru memiliki makna simbolis yang kuat. Biru melambangkan kesucian, harapan, dan kemenangan. Penggunaan warna biru pada rumah-rumah dan lingkungan selama Idul Fitri Biru merepresentasikan identitas dan kebanggaan masyarakat Betawi.
Pertanyaan 3: Mengapa tradisi Idul Fitri Biru hanya dirayakan oleh masyarakat Betawi?
Tradisi Idul Fitri Biru memang erat kaitannya dengan budaya Betawi. Namun, seiring berjalannya waktu, tradisi ini juga diadopsi dan dirayakan oleh masyarakat non-Betawi yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya. Hal ini menunjukkan bahwa tradisi Idul Fitri Biru memiliki daya tarik dan nilai yang universal.
Pertanyaan 4: Bagaimana cara masyarakat Betawi mempersiapkan tradisi Idul Fitri Biru?
Persiapan Idul Fitri Biru melibatkan kerja sama dan gotong royong masyarakat. Mereka bersama-sama membersihkan lingkungan, menghiasi rumah dan masjid dengan warna biru, serta mempersiapkan makanan untuk dibagikan.
Pertanyaan 5: Apa saja kegiatan yang biasanya dilakukan selama Idul Fitri Biru?
Selama Idul Fitri Biru, masyarakat Betawi saling mengunjungi, bermaaf-maafan, dan berbagi kebahagiaan bersama. Mereka juga menikmati makanan khas seperti ketupat dan opor, serta mengikuti berbagai kegiatan hiburan tradisional seperti tanjidor dan gambang kromong.
Pertanyaan 6: Apa nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Idul Fitri Biru?
Tradisi Idul Fitri Biru mengandung nilai-nilai penting, seperti kebersamaan, gotong royong, toleransi, dan kesetiakawanan. Tradisi ini mengajarkan masyarakat untuk saling menghormati, membantu, dan mendukung.
Dengan memahami jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif tentang latar belakang dan makna tradisi Idul Fitri Biru. Tradisi ini tidak hanya menjadi perayaan keagamaan, tetapi juga menjadi penanda budaya Betawi yang kuat dan mengandung nilai-nilai luhur yang dapat dipelajari dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya, kita akan membahas aspek penting lainnya dari tradisi Idul Fitri Biru, yaitu makna dan simbolisme yang terkandung di dalamnya.
Tips Merayakan Idul Fitri Biru yang Bermakna
Berikut adalah beberapa tips yang dapat Anda ikuti untuk merayakan tradisi Idul Fitri Biru yang bermakna dan berkesan:
Tip 1: Hiasi Rumah dengan Warna Biru
Hiasi rumah Anda dengan warna biru, baik menggunakan cat, kain, atau lampu. Warna biru melambangkan kesucian, harapan, dan kemenangan.
Tip 2: Saling Berkunjung dan Bermaaf-maafan
Silaturahmi dan saling bermaaf-maafan merupakan bagian penting dari Idul Fitri Biru. Kunjungi keluarga, teman, dan tetangga untuk mempererat tali persaudaraan.
Tip 3: Nikmati Makanan Khas
Siapkan dan nikmati makanan khas Lebaran seperti ketupat, opor, dan kue-kue kering. Makanan ini memiliki makna simbolis dan menyatukan masyarakat.
Tip 4: Ikuti Kegiatan Tradisional
Hadiri kegiatan tradisional seperti tanjidor, gambang kromong, dan lenong. Kegiatan ini melestarikan budaya Betawi dan mempererat kebersamaan.
Tip 5: Berbagi dengan Sesama
Berbagilah dengan sesama yang membutuhkan, baik berupa makanan, pakaian, atau bantuan lainnya. Idul Fitri Biru merupakan momen untuk berbagi kebahagiaan.
Tip 6: Jaga Kebersihan Lingkungan
Setelah perayaan, jaga kebersihan lingkungan dengan membuang sampah pada tempatnya. Idul Fitri Biru juga mengajarkan pentingnya menjaga alam.
Ringkasan: Merayakan Idul Fitri Biru tidak hanya tentang tradisi, tetapi juga tentang memperkuat nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, toleransi, dan kesetiakawanan. Dengan mengikuti tips di atas, Anda dapat merayakan Idul Fitri Biru yang bermakna dan membawa manfaat bagi diri sendiri dan lingkungan sekitar.
Transisi: Setelah memahami tips merayakan Idul Fitri Biru yang bermakna, pada bagian selanjutnya kita akan membahas pelestarian tradisi ini di tengah perkembangan zaman.
Kesimpulan
Artikel ini telah mengeksplorasi secara mendalam tentang latar belakang Idul Fitri Biru, sebuah tradisi unik yang dirayakan oleh masyarakat Betawi. Tradisi ini memiliki makna dan simbolisme yang kaya, serta mencerminkan nilai-nilai budaya dan identitas masyarakat Betawi.
Beberapa poin utama yang dapat disimpulkan dari artikel ini adalah:
- Idul Fitri Biru berasal dari abad ke-17 dan diyakini membawa berkah dan keselamatan bagi masyarakat yang menjalankannya.
- Warna biru dalam tradisi ini melambangkan kesucian, harapan, dan kemenangan, serta menjadi identitas budaya masyarakat Betawi.
- Idul Fitri Biru memperkuat nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, toleransi, dan kesetiakawanan di masyarakat, serta menjadi sarana pelestarian budaya Betawi.
Pelestarian tradisi Idul Fitri Biru sangat penting untuk menjaga eksistensi dan nilai-nilainya. Upaya pelestarian dapat dilakukan melalui pendidikan, revitalisasi tradisi, pelestarian lingkungan, dan dokumentasi sejarah. Dengan melestarikan tradisi ini, kita tidak hanya menjaga warisan budaya Betawi, tetapi juga memperkuat nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.